KESEHATAN DAN DAYA KERJA OPTIMAL
Berbagai kemungkinan
gangguan kesehatan kerja serta upaya penanggulangannya merupakan masalah
realita yang harus dikerjakan seiring kemajuan dan perkembangan industri.
Kondisi
lingkungan kerja sering disebut-sebut sebagai faktor penyebab daya kerja kurang
optimal dan akan berpengaruh pula pada gangguan kesehatan atau terkena penyakit
yang disebabkan pekerjaan.
Keadaan semacam
ini menjadikan masalah tersendiri dari kebijakan manajemen dalam sistem
perlindungan kerja yang meliputi tindakan-tindakan pencegahan salah satu
diantaranya tersedianya jaminan sosial tenaga kerja dan memperbaiki kondisi
lingkungan kerja.
1. Beban Kerja Terhadap Lingkungan Kerja Sekitarnya
Beberapa program
yang berorientasi pada kebutuhan perlindungan tenaga kerja merupakan langkah
strategis dalam rangka mendukung kemajuan industri yang ada hubungannya dengan
daya kerja yang optimal.
Keputusan Menteri
Tenaga Kerja tentang pedoman diagnosa dan penilaian cacat karena kecelakaan dan
penyakit akibat kerja yang memberikan pedoman dalam rangka perlindungan kerja
diperlukan upaya pemeliharaan kesehatan tenaga kerja secara terpadu disamping
memperbaiki kondisi lingkungan kerja disekitarnya.
Dua substansi ini
yaitu program pemeliharaan kesehatan dan memperbaiki kondisi lingkungan kerja
harus dikerjakan oleh kebijakan manajemen dalam keseimbangan. Keseimbangan
tersebut akibat dari faktor : beban kerja, beban tambahan akibat dari
lingkungan kerja dan kapasitas kerja.
Beban kerja
seseorang dipengaruhi oleh aspek fisik, mental dan sosial, untuk beban kerja
yang aspek fisik yaitu aktivitas kerja pada kegiatan bersifat tenis seperti
proses bongkar muat bang di gudang atau reparasi sepeda motor. Aspek mental
lebih banyak pada aktivitas tenaga kerja di kantor yang berisiko pada beban
mental, dan aspek sosial terlihat pada aktivitas kemasyarakatan untuk
kemanusiaan. Kadang-kadang terjadi beban kerja dari ketiga aspek aktivitas
terakumulasi secara terpadu kelak mempunyai penilaian tersendiri.
Dalam melaksanakan
pekerjaan di perusahaan terlihat juga beban yang terakumulasi atau sebagian
dari beberapa aspek tertentu ditambah dengan beban tambahan (extra loads)
akibat lingkungan kerja.
Terdapat lima faktor penyebab
tambahan yaitu faktor fisik yang meliputi penerangan cahaya, suhu ruang,
kebisingan dan radiasi, faktor kimia adalah pengaruh zat kimia seperti gas,
uap, debu dan cairan proses kimia paparan zat kimia (chemical hazards) sangat
membahayakan kesehatan. Berikutnya faktor fisiologis yang memperhatikan sikap
perilaku pekerja terhadap pekerjaannya dan konstruksi mesin yang memerlukan
tindakan adaptasi bagi pekerjanya, kemudian faktor biologi seperti terkena
virus binatang, gigitan ular dan sengatan lebah, dan terakhir faktor mental
psikologis faktor ini menggambarkan suasana kerja dan iklim interaksi sesama
maupun interaksi karyawan / pekerja dengan atasannya.
Kapasitas kerja
lebih menyangkut keterampilan dan kemauan bekerja, kesegaran fisik, motivasi
dan sebagainya. Kesegaran fisik akan mencerminkan produktivitas kerja
seseorang. Demikian pula keadaan gizi terutama pekerja teknik sebagai penentu
derajat produktivitas kerja.
Lingkungan kerja
juga mempengaruhi produktivitas kerja, misalnya kebisingan, penerangan kerja,
kelembaban, dan radiasi, cuaca kerja, bau-bauan di tempat kerja. Lingkungan
kerja sebagaimana beberapa penyebab di atas bisa dicegah melalui pengukuran
nilai ambang batas yang diperkenankan, penggunaan alat pelindung diri, dan
perlakuan teknik lainnya sesuai dengan petunjuk dari dinas terkait.
Intensitas
kebisingan bisa menimbulkan ketulian baik ketulian sementara maupun ketulian
menetap. Kebisingan atau kualitas suara dinyatakan dengan decibel. Klasifikasi
tenang dinyatakan 20 sampai 40 dB, dan 60 sampai 80 dB untuk klasifikasi kuat.
Penerangan di tempat kerja perlu ditetapkan sesuai obyek pekerjaannya misalnya
untuk penerangan dalam pabrik antara 30 lux sampai dengan 100 lux. Penerangan
di tempat kerja keadaannya dengan pencahayaan sangat penting hindari kelelahan
mata karena merusak indera penglihatan. Iklim kinerja seseorang, kelembaban
udara, kecepatan aliran udara dalam ruang kerja berpengaruh terhadap tubuh
manusia.
Mekanisme
pertukaran panas antara tubuh dengan lingkungan sekitarnya perlu dianalisis
misalnya radiasi, konduksi, evaporasi. Suatu saat akan terjadi aklimatisasi,
suatu proses adaptasi fisiologis terhadap lingkungan kerja yang ditandai dengan
pengeluaran keringat yang meningkat.
Radiasi di tempat
kerja mempengaruhi fisik tenaga kerja, seperti radio elektromagnetik (micro
waves), radiasi panas, sinar infra merah, sinar ultraviolet, radiasi radio
aktif. Cara pengukuran di tempat kerja melalui beberapa cara sesuai dengan
kapasitasnya masing-masing.
Gelombang mikro
mempunyai pengaruh kepada tenaga kerja yang bekerja di daerah sumber radiasi
terutama gangguan faali tubuh sampai tahapan akhir sumber radiasi mempengaruhi
sistem peredaran terutama syaraf terkecil.
Sinar lazer
termasuk emisi energi tinggi ( pengelasan, pelapisan ) dana operasi bidang
kedokteran, efek utama sinar lazer terhadap manusia adalah mata dan kulit,
kerusakan mata terutama pada retina dan menimbulkan kebutaan.
Sinar infra merah
terdapat pada tanur tuang., sinar inframerah, menyebabkan katarak, dan sinar
ultraviolet dihasilkan atas proses pengelasan, sinar matahari, maka gunakan
kaca mata khusus.
Sinar radio aktif
memiliki sinar alpha, daya tembus radio aktif menyebabkan penyakit akur-kronis
tergantung nilai pemaparan. Sinar alpha, sinar beta dan sinar gama dimiliki
oleh sinar radio aktif, komulatif sinar-sinar tersebut mengakibatkan kelainan
sistemik dan menyebabkan pada kematian.
Kasus bau-bauan
termasuk pencemaran udara, mekanisme penciuman tergantung perubahan-perubahan
cuaca lokasi kerja dan faktor dari luar. Dalam keadaan bekerja bisa dibedakan
antara penyesuaian atau adaptasi lingkungan dan kelelahan penciuman, adaptasi
akan menjadi kurang pekanya setelah di rangsang bau-bauan terus menerus, sedang
kelelahan penciuman apabila sudah tidak mampu mencium kadar bau tersebut dan
mengganggu kesehatan. Salah satu cara praktis adalah bantuan air conditioning
dan memakai masker khusus.
Beban kerja lain
dalam kaitannya tempat kerja yaitu pengaruh debu. Dalam tinjauan toksikologi
industri bahan-bahan penyakit akibat kerja antara lain debu, dalam lingkungan
kerja pasti terdapat debu yang aneka ragam asalnya, dianggap berbahaya adalah
debu kapas, debu semen, debu berkadar besi, debu asbes.
Debu yang
mengganggu kenikmatan kerja adalah debu yang tidak fibrosis kepada paru, namun
atas penghirupan masih mempunyai reaksi potensial misalnya mengganggu
penglihatan, hidung dan tenggorok. Debu kapas (byssinosis), debu logam seng,
mangan (berryliosis), debu timah kategori berbahaya. Mengingat sudah masuk
kategori berbahaya, maka penanganan baik preventive maupun curative diperlukan
diagnosa medis spesialis.
Penyakit paru
akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pemaparan di lingkungan kerja
dari debu, gas dan asap. Kelainan yang terjadi bisa akut dan kronis yang
berkepanjangan. Keluhan penyakit berupa batuk, sesak napas dan nyeri dada.
Membina
lingkungan kerja adalah tanggung jawab manajemen, pendekatan melalui
pengendalian secara mekanik teknis seperti substitusi, isolasi, ventilasi dan
segregsi, berikutnya pengendalian secara administrasi yaitu pemeriksaan
kesehatan, rotasi dan fasilitas sanitasi serta kegiatan penyuluhan dan
pelatihan serta seminar internal.
Udara dalam ruang
kerja sangat perlu diperhatikan, karena dalam ruang kerja sangat banyak
kontaminasi udara tercemar antara lain gas dan mikroba.
Diusahakan
kualitas udara dalam rang dan sekitarnya dalam kondisi sehat dan kenyamanan,
diatasi melalui ventilasi. Sekarang melalui teknologi sejak udara antara lain
super plasma ionizer atau virus doctor, mikro plasma ion. Dengan program indoor
air quality diharapkan ruang kerja memperbaiki kondisi sirkulasi udara. Tujuan
utama adalah mempertahankan suhu tubuh normal sekitar 37o C.
Mengontrol suhu
iklim kerja menggunakan indek suhu bola basah (ISBB) yang merupakan parameter
iklim kerja, suhu tubuh dipertahankan menetap yaitu akibat kesetimbangan panas
tubuh metabolisme dan pertukaran panas diantara tubuh dengan lingkungan.
Pertukaran panas
antara lain karena konduksi, radiasi dan evaporasi.
2. Evaporasi Beberapa Penyakit Akibat Kerja
Berbagai resiko dan
penyakit akibat kerja serta upaya penanggulangannya harus dievaluasi dan
diagnosa penyebabnya, dalam rangka upaya tersebut diperlukan program
pemeliharaan kesehatan tenaga kerja secara terpadu.
Bahwa tenaga
kerja yang menderita kecelakaan dan penyakit akibat kerja mempunyai hak sesuai
ketentuan, karena itu kecelakaan dan penyakit akibat kerja perlu di diagnosis
dan dinilai serta ditetapkan tingkat kecocokannya. Bentuk perlindungan adalah
perlindungan terhadap K3, serta perlindungan terhadap risiko dalam bentuk
jaminan sosial yang diatur dalam undang-undang jaminan sosial yang diatur dalam
Undang – Undang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).
Pedoman diagnoses
dan penilaian cacat karena kecelakaan dan penyalur akibat kerja tertuang dalam
kepedulian Menteri Tenaga Kerja Nomor : KEP 62
A/MEN/1992, menimbang perkembangan industri berakibat meningkatnya
penyakit akibat kerja dan upaya pemeliharaan kesehatannya. Sebelumnya
diterbitkan peraturan menteri tenaga kerja dan pemerataan kerja. Peraturan itu
menekankan pentingnya pemeriksaan kesehatan agar tenaga kerja dalam kondisi
kesehatan yang sesuai untuk pekerjaan yang setinggi-tingginya, tidak mempunyai
penyakit menular dan sesuai untuk pekerjaan yang dilakukan sehingga keselamatan
dan kesehatan kerja yang bersangkutan dapat terjamin.
Kemudian
diperkuat dengan keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1993
tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja. Keputusan Presiden
menekankan lebih meningkatkan perlindungan terhadap tenaga kerja, berhak
mendapat jaminan kecelakaan kerja. Penguatan atas kecelakaan kerja dibuktikan
atas hasil diagnosis dokter yang merawat penyakit diakibatkan oleh pekerjaan.
Terdapat tiga
puluh satu macam penyakit yang diakibatkan atas hubungan kerja, sebagian besar
karena pengaruh bahan kimia (chemical hazards).
Penyakit akibat
kerja pada mata disebabkan pemaparan cahaya, asap, panas sehingga menyebabkan
kelainan penglihatan, lapang pandang, pedih dan penglihatan warna. Penyakit
telinga, hidung dan tenggorok (THT), akibat suara di atas ambang batas (90 dB)
maka terjadi penciuman akibat terpapar zat toksik (chemical hazards), sehingga
gangguan tenggorok akibat tertelannya zat kimia sehingga sakit tenggorokan dan
suara parau dan mengganggu sistem pernafasan.
Gangguan paru
akibat pemaparan faktor risiko di tempat kerja antara lain berupa : debu, gas,
uap dan asap. Penyakit paru dapat berupa kelainan kronik dan kelainan akut,
diagnosis melalui anamnesis yaitu tentang riwayat pekerjaan termasuk zat
pemaparan. Keluhan penyakit seperti batuk, nafas, nyeri dada, mengi. Gangguan
akibat radiasi, akibat pemaparan radiasi di tepat kerja misalnya proses
pengelasan, pengobatan, pemeriksaan sinar lazer, akibat pemaparan laboratorium
tentang patologi anatomi, hemoglobin dan penyakit lain akibat kerja. Gangguan
syaraf (neurology), disebabkan gangguan metabolisme, infeksi dan traumatic
sehingga kelainan system syaraf bisa kelainan motorik, kelainan sensibilitas. Susah juga bila terjadi gangguan syaraf motorik bisa
menjadikan kelumpuhan.
Gangguan kulit,
akibat pekerjaan dan lingkungan kerja yang berupa faktor resiko fisik, kimia,
mekanik dan psikologik. Diagnosis meliputi : anamnesis (keluhan, riwayat
pekerjaan), hasil pemeriksaan dokter, secara patogenesis gangguan kulit karena iritasi
yaitu proses merusak kulit dan alergik terjadi dermatitis akibat mekanisme
hipersensitivitas dan dermatomikosis disebabkan oleh jamur, perubahan warna
kulit hipo atau hiperpigmentasi, tumor ganas kulit.
Tumor ganas kulit
disebabkan oleh zat bersifat karsinogen seperti sinar ultraviolet, radiasi
ionisasi, sinar x, sinar beta.
Oleh sebab itu
pekerjaan pengelasan, pekerjaan penempaan dan pekerja pada tanur pengecoran
logam harus mendapatkan proteksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar